Media
merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan
perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara
umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan
sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta
bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-macam media kultur jaringan
telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak. Nama-nama media tumbuh untuk
eksplan ini biasanya sesuai dengan nama penemunya. Media tumbuh untuk eksplan
berisi kualitatif komponen bahan kimia yang hampir sama, hanya agak berbeda
dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap persenyawaan.
Formulasi
media kultur jaringan pertama kali dibuat berdasarkan komposisi larutan yang
digunakan untuk hidroponik, khususnya komposisi unsur-unsur makronya.
Unsur-unsur hara diberikan dalam bentuk garam-garam anorganik. Koposisis media
dan perkembangan formulasinya didasarkan pada jenis jaringan, organ dan tanaman
yang digunakan serta pendekatan dari masing-masing peneliti. Beberapa jenis
sensitif terhadap konsentrasi senyawa makro tinggi atau membutuhkan zat
pengatur tertentu untuk pertumbuhannya.
Berikut
ini adalah perbandingan komposisi beberapa medssia kultur jaringan,yaitu
diantaranya:
A. Media
Murashige & Skoog (media MS)
Media
MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur, merupakan perbaikan
komposisi media Skoog, Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat
untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk
kultur jaringan jenis tanaman lain.
Media
MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan
N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15
kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari
media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur
makro lainnya konsemtrasinya dinaikkan sedikit.
Pada
tahun-tahun sesudah penemuan media MS, dikembangkan media-media lain
berdasarkan media MS tersebut, antara lain media :
1. Lin & Staba, menggunakan media
dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan memodifikasi : 9 mM ammonium
nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm,
tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media Lin & Staba, kemudian
digunakan oleh Halperin untuk penelitian embryogenesis kultur jaringan wortel
dan juga digunakan oleh Bourgin & Nitsch (1967 dalam Gunawan 1988) serta
Nitsch & Nitsch (1969 dalam Gunawan 1988) dalam penelitian kultur anther.
2. Modifikasi media MS yang lain dibuat
oleh Durzan et alI (1973 dalam Gunawan 1988) untuk kultur suspensi sel white
spruce dengan cara mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah konsentrasi
Ca2+ nya.
3. Chaturvedi et al (1978) mengubah media
MS dengan menurunkan konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan
kultur pucuk Bougainvillea glabra.
B. Media
Gamborg B5 (media B5)
Pertama
kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan
amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5
dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media
dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga
digunakan untuk kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari komposisi
PRL-4, media ini menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi
yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang
diberikan setelah 1 mM, Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara 0.5-3 mM
(Gamborg et al, 1968).
C. Media
Schenk & Hildebrant (media SH)
Merupakan
media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman monokotil dan
dikotil (Trigiano & Gray, 2000). Konsentrasi ion-ion dalam komposisi media
SH sangat mirip dengan komposisi pada media Gamborg dengan perbedaan kecil
yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant
mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman dalam media SH dan mendapatkan
bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh dengan sangat baik, 19% baik,
30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya. Tetapi karena zat
tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda. Media SH ini
cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman legume.
D. Media
WPM (Woody Plant Medium)
Dikembangkan
oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan konsentrasi
ion yang lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman
berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih
tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk
perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan pohon-pohon.
E. Media
Nitsch & Nitsch
Menggunakan
NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk mengkulturkan jaringan tanaman
artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM,
menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun. Mereka mengambil kesimpulan,
bahwa NH4+ sangat menunjang pertumbuhan kalus tembakau (Miller et al, (1956
dalam Gunawan 1988).
F. Media
Knop
Dapat
juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya
ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam
kultur akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine,
cysteine-HCl dan IAA (Dodds and Roberts, 1983).
G. Media
White
Dikembangkan
oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari, ditemukan
bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada yang
dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S, pada media untuk tumor
bunga matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan
kemudian. Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi
dari media white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang
umum digunakan sekarang.
H. Media
Knudson dan media Vacin and Went
Media
ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di kebun
dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat. Knudson
pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat
baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan NH4+
ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm.