Tanaman kacang tanah
merupakan tanaman pangan dan produktif yang penting di Indonesia. Lebih dari
1,2 juta ton kacang tanah diproduksi setiap tahunnya dan 70% dari produksi
keseluruhan dihasilkan di provinsi-provinsi beriklim kering di Kawasan Timur
Indonesia. Peningkatan permintaan domestik melebihi kemampuan pasokan yang
tersedia, sehingga membuat Indonesia menjadi salah satu importir kacang tanah
terbesar di dunia.
Nusatenggara Barat (NTB) menyimpan
potensi lahan yang baik untuk pengembangan budidaya kacang tanah. Masyarakat di
wilayah
NTB telah lama mempunyai kultur menanam kacang tanah sebagai
komoditas pertanian utama, khususnya di Kabupaten Lombok Utara, Lombok Barat,
dan Lombok Tengah.
Produksi kacang tanah NTB saat ini
sekitar 45 ribu ton per tahun dengan produktivitas 1,2-1,4 ton per hektar (ha). Dengan hasil tersebut, NTB baru
menyumbangkan sekitar 6% kebutuhan kacang tanah nasional. Tantangan yang
dihadapi pertanian kacang tanah NTB pun tidak sedikit, produktivitas masih rendah, kurangnya pasokan benih yang
baik, kurangnya permodalan dan pasar, serta kurangnya dukungan riset pertanian
yang memadai.
Kemitraan yang ada masih perlu dibangun lebih baik lagi
agar semakin banyak petani mau ikut serta di dalamnya. Masih banyak petani yang
lebih memilih menjual kepada pedagang lepas, yang mungkin menawarkan harga
lebih baik dibandingkan kemitraan itu.
Berdasarkan
hal tersebut, Pusat Pengkajian Pertanian Internasional Australia (ACIAR) dan Prakarsa Pengembangan
Agribisnis Petani Kecil (SADI) bekerja sama dalam pengembangan dan pelaksanaan strategi
untuk meningkatkan produktifitas kacang tanah melalui pemanfaatan penelitian
terapan di Nusa Tenggara Barat dan Timur. Peran ACIAR
dipadukan dengan peran subprogram-subprogram SADI lainnya dengan berfokus pada upaya
peningkatan produksi dan pemasaran petani kecil serta memperkuat pengembangan
agribisnis sektor swasta, sehingga menciptakan peluang bagi masyarakat supaya mereka bisa meningkatkan taraf
hidupnya
Adapun salah satu subprogram
SADI yaitu International Finance Corporation (IFC)
telah melaksanakan kemitraan dengan sebuah
perusahaan pembeli dan pengolahan kacang
tanah terbesar di Kawasan Timur Indonesia, Garuda Food untuk
meningkatkan akses petani ke pasar, sumber pendanaan dan dukungan teknis. Tim
peneliti ACIAR-SADI bekerja langsung dengan para petani yang terlibat di dalam
rantai pasokan Garuda Food. Pada saat ini Garuda Food memasok kebutuhan kacang
tanah mereka dari sekitar 3.500 petani.
Saat
ini di NTB, kemitraan yang terjalin sejak 2007 ini berhasil
merangkul lebih dari 8.000 petani kecil di kawasan Nusatenggara Barat, dengan
luas lahan mencapai 3.000 ha. Luasan tersebut tersebar di 8 kabupaten dan 36
kecamatan di Lombok dan Sumbawa.
Di sisi lain, khususnya di NTB Garuda Food menyebarkan
pelajaran yang telah diperoleh kepada para petani melalui PT BMT, anak
perusahaannya yang bertanggungjawab dalam pengadaan bahan baku kacang tanah.
Selain itu, berperan pula dalam penyediaan bibit berkualitas dan peralatan
pertanian yang dibutuhkan. Selanjutnya, hasil panen petani yang ikut dalam
kemitraan akan kembali dibeli oleh Garuda Food. Bahkan, ada
insentif tambahan bagi petani yang menghasilkan kacang tanah berkualitas prima.
Dengan kemitraan, kualitas kacang tanah yang dihasilkan
meningkat, sehingga kualitas produk GarudaFood pun meningkat.
Dengan
adanya kerja sama antara Pusat
Pengkajian Pertanian Internasional Australia (ACIAR) dan Prakarsa Pengembangan
Agribisnis Petani Kecil (SADI), didapatkan beberapa keuntungan diantaranya
yaitu:
- Dengan adanya pemanfaatan penelitian terapan yang dilakukan menciptakan hasil yang sangat bagus dari sejumlah varietas baru dibandingkan dengan varietas-varietas lokal yang ada, selain itu praktik budidaya baru memiliki efek positif yang signifikan terhadap produktifitas kacang tanah.
- Kemitraan yang terjalin antara petani dan Garuda Food, menguntungkan keduanya. Terutama petani,karena dapat meningkatkan akses petani ke pasar. Selain itu petani juga mendapat sumber pendanaan dan dukungan teknis.
0 komentar:
Posting Komentar